Indonesia telah menetapkan beberapa wilayah sebagai kawasan bebas dengan tujuan untuk meningkatkan investasi dan aktivitas ekonomi. Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2012, ada insentif khusus yang diberikan kepada pengusaha atau entitas bisnis dalam kawasan ini, khususnya terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Ketika Barang Kena Pajak (BKP) dimasukkan ke dalam kawasan bebas melalui jalur bandar udara atau pelabuhan yang telah ditetapkan, entitas berhak atas pembebasan PPN dan PPnBM. Ini adalah langkah strategis yang diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.
Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan ini, ada prosedur khusus yang harus diikuti oleh pengusaha. Dokumen yang penting dalam proses ini adalah Pemberitahuan Pabean FTZ-03 (PP FTZ-03), yang harus didaftarkan di kantor pabean. Dokumen ini mencakup beberapa detail kritikal seperti fotokopi dan asli faktur pajak, fotokopi dan bill of lading, airway bill atau delivery order, faktur penjualan, dan surat kuasa dari pengusaha. Ketentuan ini menunjukkan kebijakan yang ketat dalam pengawasan barang-barang yang masuk ke kawasan bebas, menegaskan bahwa tidak semua barang dapat menikmati fasilitas ini tanpa verifikasi yang lengkap dan endorsement dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Namun, ada pengecualian yang penting untuk diperhatikan. Barang yang sudah dikenakan PPN tidak bisa mendapatkan fasilitas pembebasan ini jika pada saat pengiriman sudah diberi stiker “Lunas PPN”. Demikian pula, bahan bakar minyak subsidi tidak termasuk dalam fasilitas pembebasan PPN dan PPnBM. Kebijakan ini menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap regulasi pajak dan prosedur yang berlaku demi memaksimalkan manfaat ekonomi kawasan bebas bagi pengusaha dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.