Kawasan bebas, atau yang lebih dikenal dengan free trade zone, merujuk pada area perdagangan khusus di bawah yurisdiksi hukum Indonesia yang diberikan perlakuan terpisah dari daerah pabean umumnya. Zona ini dirancang untuk memfasilitasi perdagangan dengan mengeliminasi berbagai kewajiban pajak seperti bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan cukai. Konsekuensinya, aktivitas di dalam kawasan bebas tidak terbatas hanya untuk tujuan ekspor, melainkan juga untuk operasi perdagangan dan industri lain yang mendukung pertumbuhan ekonomi domestik dan internasional.
Saat ini, Indonesia memiliki empat kawasan bebas resmi, yakni di Batam, Sabang, Bintan, dan Karimun. Penciptaan dan pengelolaan kawasan-kawasan ini diatur langsung oleh pemerintah pusat melalui penerbitan regulasi khusus. Sebagai contoh, pengukuhan Bintan sebagai kawasan bebas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2017. Pengelolaan kawasan bebas tersebut diamanahkan kepada suatu lembaga khusus yang dikenal dengan nama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, atau BP. Di antara yang termasuk dalam pengelola tersebut adalah BP Batam dan BP Bintan, yang memiliki peran kritikal dalam mengatur dan memajukan kawasan bebas di masing-masing lokasi.
Peranan kawasan bebas di Indonesia tidak hanya strategis dari segi pemberian insentif fiskal atau kemudahan logistik saja. Lebih jauh, keberadaannya membawa dampak positif terhadap peningkatan investasi langsung asing (FDI) dan penyerapan tenaga kerja, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap percepatan pembangunan ekonomi lokal dan nasional. Oleh karena itu, kawasan bebas ini menjadi salah satu instrumen penting dalam strategi ekonomi nasional Indonesia, bertujuan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif dan kompetitif di kancah global. Dengan pengelolaan yang efektif dan kebijakan yang mendukung, kawasan bebas diharapkan mampu terus mendorong kemajuan perekonomian Indonesia kedepannya.